Terdapat banyak dari kumpulan Kata-kata pujangga tercantum dalam berbagai karya sastra. Untuk karya sastra lama, tentunya untuk kata kata pujangga yang pengkategoriannya masuk ke dalam pujangga lama. Di antaranya berupa syair, pantun, gurindam, dan hikayat. Sementara dalam pengkategorian pujangga baru tidak diklasifikasikan dari segi jenisnya.
Pada sastra pujangga baru, lebih dimunculkan ciri khas pujangga baru lebih menonjolkan unsur nasionalis dan intelektual. Berbicara mengenai kata-kata pujangga, berarti berbicara mengnai karya. Berbicara mengenai tulisan, mengenai teks yang ditulis oleh pengarang, penulis puisi atau novel.
Namun, kata-kata pujangga pun tercantum pula dalam sebuah lirik lagu berjenis dangdut yang dipopulerkan Rhoma Irama. Lagu yang berjudul Kata Pujangga tersebut mengatakan kata-kata pujangga yang mengungkapkan mengenai indahnya cinta. Dalam lagu tersebut pun terungkapkan nasihat agar mencintai sekadarnya, tak berlebihan alias cinta buta.
Hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga
Hai begitulah kata para pujangga
Aduhai begitulah kata para pujangga
Taman suram tanpa bunga
Ada yang dicinta giat bekerja
Entah apa entah siapa
Karena cinta jiwa gairah
Tanpa cinta hidup pun hampa
Ternyata amat umat adanya cinta
Hai begitulah kata para pujangga
Aduhai begitulah kata para pujangga
Tapi jangan cinta buta
Contoh kata-kata pujangga berikut sering dibaca atau digunakan untuk menggoda atau sebagai ucapan nasihat.
Ikan belanak hilir berenang
Burung dara membuat sarang
Makan tak enak tidur tak tenang
Hanya teringat dinda seorang
Kayu cendana di atas batu
Sudah diikat dibawa pulang
Adat dunia memang begitu
Benda yang buruk memang terbuang
Kata-kata pujangga yang berisikan cinta terdapat pada karya sastra bergenre puisi yang ditulis oleh Yogi, seorang pujangga 1896-1983. Puisi tersebut berjudul Di Mana Hatiku Tak Kan Pilu yang jika dilihat dari segi susunannya menyerupai pantun.
Gemuruh ombak menggosok pantai
Petir menembak bertalu-talu
Adinda diam-termenung lalai
Di mana hatiku tak kan pilu
Kilat terbentang berapi-api
Awan berarak menambah sayu
Adinda termangu, duduk bersepi
Di mana hatiku tak kan pilu
Bintang di langit berkilap-kilapan
Pungguk merindu di pohon kayu
Adinda membatu-patung pujaan
Di mana hatiku tak kan pilu
Dari jauh beta kemari
Menurutkan hati disayat rindu
Tuan melengos berdiam diri
Di mana hatiku tak kan pilu
Keluh kesah mendayung sampan
Mengharap jiwa hendak bersatu
Arah tuan memutuskan harapan
Di mana hatiku tak kan pilu
Aku memetik puspa di hati
Untuk suntingan sanggul jiwaku
Tuan mengabaikan emas sekati
Di mana hatiku tak kan pilu
Adapun puisi yang berjudul Sukma Pujangga yang ditulis J.E. Tatengkeng. Kata-kata pujangga Tatengkeng dalam puisinya tersebut secara serta merta seolah-olah merupakan gambaran umum kebanyakan perasaan pengarang sastra yang selalu ingin kebebasan dan bebas berekspresi.
O, lepaskan daku dari kurungan
Biarkan daku terbang melayang
Melampaui gunung, nyebrang harungan
Mencari Cinta, Kasih dan Sayang
Aku ta’ ingin dipagari rupa!
Kusuka terbang tinggi ke atas
Meninjau hidup aneka puspa
Dalam ‘alam yang ta’ berbatas...
Ta’ mau diikat erat-erat
Kusuka merdeka mengabdi seni
Kuturut hanya semacam syarat
Syarat gerak sukma seni
Kusuka hidup!
Gerakan sukma
Yang berpancaran dalam mata Terus menjelma
Kata-kata pujangga atau puisi yang berbicara mengenai sebuah lingkungan yang diisi para pujangga yang selalu produktif dalam membuat karya sastra. Puisi atau kata-kata pujangga tersebut ditulis Hamidah dengan judul Taman Pujangga.
Semerbak harum taman pujangga
Sembahan bunga pelbagai warni
Diriba melayang angin pagi
Alam buayan fajar suka
Taman pujangga indah permai
Di mana burung sorai berderai
Lagu burung ke hiyawan nilai kandi
Menggeletar sampai ke hati bumi
O, bunga teruslah ‘gaimana sediakala
jadi suguhan orang yang lalu
O, burung teruslah berlagu
Menggelora dari getaran jiwa
Usmar Ismail, menulis puisi berjudul Pujangga dan Cita-cita. Puisi yang berbicara mengenai seruan kepada para pujangga agar jangan hanya mewujudkan cita-cita melalui kata-kata saja. Usmar Ismail mengisahkan kata-kata pujangga dijadikan sebagai pengejewantahan dari cita-cita seorang pujangga. Banyak hal bisa dilakukan sembari mengungkapkan gagasan, perasaan melalui kata.
Bertanya aku pada pujangga: Jikalau Tuan orang Pemuha
Cita-cita yang suci murni
Pernahkah Tuan menguji diri,
Membongkar batin, ‘nyiasat jiwa,
Sebelum Tuan ikut bernyanyi?
Benarkah menyala di dada Tuan
Asia Raya, Buah Pujaan?
Janganlah hendaknya, wahai Pujangga,
Cita-cita jadi mainan kata
Sekadar untuk pengisi ‘laman
Sebagai hiburan senda gurauan!
Carilah dulu perjuangan jiwa,
Carilah Asia di dalam dada!
Jikalau ‘lah jelas di dalam hati,
‘Lah berpadu jiwa dan cita-cita,
Pujalah Tuan, Pembangkit bangsa,
Tuanlah Pujangga, Seni sejati!
Sekiranya Tuan hanyalah bijak berkata-kata,
Bah’gialah dengan Karunia Yang Maha Esa,
Tapi janganlah, jangan disentuh “Taruhan Jiwa”
Berdosa Tuan kepada Asia... kepada Bangsa!
Ada juga kata-kata pujangga atau puisi yang menarik. Berisikan mengenai keadaan cinta yang terpenggal jarak. Kata-kata pujangga atau puisi tersebut karya Chairil Anwar berjudul Cintaku Jauh di Pulau.
Cintaku jauh di pulau,
Gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar
di leher kukalungkan oleh-oleh buat si pacar
angin membatu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya
Di air yang tenang, di angin mendayu
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja!”
Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
Kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri
Kata-kata pujangga atau puisi menarik lainnya melalui liputan informasi yaitu karya Dodong Djiwapradja. Puisi tersebut berjudul Penyair, yang Lahir di Tanah Air.
Inilah aku,
Burung unta dari seberang
Bulu-bulunya terbuat
Dari pantung, sajak dan tembang(Vladimir Mayakovski)
I
Di balik puncak segala kemegahan
Meringkiklah aneka bencana, duka nestapa
Bangsa yang primitif menari-nari
Di atas kepala-kepala kurbannya
Maka nabi pun berkata: “tunjukkanlah jalan kepada mereka”
II
Semarak warna api pada senja, saat-saat ajal tiba
Tumbuhnya kerajaan gelap, seorang pun tak tahu
Unsur demi unsur lenyap, tiada gejala
Tak ada yang berteriak, tak ada buka suara
Melalui tubuhnya yang dingin, tergeletak
Tergores sejenak: “dari asal pulang ke asal”
III
Di jalan-jalan yang sesat, di pojok-pojok ketololan
Perempuan-perempuan centil dan genit
Memasang jerat, menghimpun maknit
Dan tak tahulah kita, apa ini sorga atau neraka1001 macam impian dalam 1001 macam permainan
Usialah yang menandainya, sudah cukup tuakah kita?
Ketika bayang-bayang maut merangkak pada tengkuk dan pundak
Semuanya baru ingat, semuanya baru tahu
Juga para dewa, kecuali yang satu
Bahwa sebenarnya bukan begitu
Maka mereka pun berdoa, buat kesekian kalinya: “ampunilah segala dosa”
IV
Kuasa tanpa senjata, panglima tanpa tentara
Itulah nasib, mendadak menyapa kita
Memberi perintah buat menyerah
Hanya para mertua yang penuh curiga
Atas menantunya yang banyak bicara
Melihat pada keping-keping kebodohannya
Tersembunyi pada hati yang kurang teliti
Dan batuk mendehem, sekedar menutup kepalsuannya
Masam rasa yang menari di atas kemanisan muka
V
"Jam dua belas malam, bangun tersentak
Kulihat istriku dan anak-anak
Nyenyak tertidur, barangkali sedang mimpi
Di sini, tak ada mistik
Demikianpun politik
Hanya selimut buat mereka, dan nyamuk pada pipi
Harus kujentik”
Melalui celah-celah tembok, langkah-langkah mata
Menyusuri bayang-bayang masa, abad demi abad
Dan tumpukan waktu, hingga zaman jahiliyah
Di mana bayi-bayi yang murni dan perempuan- perempuan tak berdosa
Mestikah terjadi, berkali-kali, justru pada abad ini?
Sentuhlah dahi, bahwa semua itu pernah sellauterjadi
VI
Umpan-umpan pada kail mata pancingIkan-ikan yang malang
Kebutaan demi kebutaan terhuyung, dipapah oleh kedungan
tersaruk-saruk, di lorong-lorong kepicikan
penyair yang lahir hari inipulang pergi dicaci-maki, sia-sia kata
tanpa banyak ambil perduli, atau dicurigai
bikin puisng bapa menteri, dan jawatan imigrasi
duhai penyair, yang lahir di tanah air
Lorca dan Lumumba, Hafiz dan Tagore O Ronggowarsito, bilanglah pada Hasan MustafaInilah aku,Tempat asal Indonesia.
0 comments:
Posting Komentar